Sekali Melangkah Lima Tahun Tergadaikan


Jangan Terpaku Dengan Fasilitas Yang Diberikan

            Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan sarana bagi pelaksanaan kedaulatan rakyat wilayah provinsi, kabupaten/kota dan merupakan agenda dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih kepala daerah serta melibatkan semua unsur yang ada didaerah mulai dari Bakal calon  (Balon) kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Kepolisian, Pemerintahan daerah hingga peran serta masyarakat. Pemilukada juga ajang pembelajaran tentang berpolitik bagi masyarakat. Kita harus lebih bisa menilai, mengamati dan memilih calon kepala daerah yang akan kita percaya untuk mengemban anamat, jangan hanya menilai apa yang dapat mereka berikan saat masa pemilihan saja tapi kita tidak benar-benar tahu siapa, apa dan bagaimana mereka kita sudah mau memberikan kepercayaan untuk memimpin daerah dalam 5 tahun.
            Adanya tujuan yang bermacam – macam dari Balon kepala daerah yang terkadang hanyalah boneka atau alat bagi partai politik, ajang pembuktian ketenaran, ajang untuk memperkaya diri sendiri dan kadang merupakan perebutkan dinasti seolah olah kerajaan dimana ayahnya telah selesai masa jabatannya maka akan digantikan oleh putra mahkotanya untuk menjadi pimpinan. Bahkan pelaksaan pemilukada seringkali ditunggangi oleh beberapa factor diantaranya

1.     Ajang Pembuktian Kekuasaan Suatu Golongan

            Masyarakat Indonesia yang heterogen dan dari berbagai macam latar belakang suku, kebudayaan, pendidikan hingga tingkat sosial sering memicu kekisruhan dalam pelaksanaan pemilukada. Suatu golongan yang merasa dirinya lebih dari golongan yang lain seringkali memaksakan kehendaknya untuk menjadi kepala  hingga mengintervensi bahkan terkadang mengintimidasi yang lain.

2.     Ajang pembuktian ketenaran suatu partai politik

            Partai politik yang ada berlomba-lomba untuk menggaet bakal calon kepala daerah yang tenar dan disukai rakyat demi meningkatkan ketenaran partai itu dimasyarakat. Setiap ada momentum pemilukada, partai politik yang ada dinegeri ini dengan “jelalatan”  mencari siapa saja yang dapat diusung menjadi calon kepala daerah mulai dari orang umum, pengusaha, hingga artis yang kadang kita sendiri tidak tahu berkompetenkah mereka yang diusung menjadi calon kepala daerah. Sudah sedemikian bodohkah partai politik dinegeri ini mau mengadaikan masa depan suatu daerah ke tangan tangan yang belum kita ketahui kemampuannya. Kelahiran pemimpin berkualitas dalam pemilukada tidak terlepas dari sistem rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik. Proses rekrutmen politik yang tepat, elegan dan transparan menjadi investasi penting dalam melahirkan pemimpin yang berkualitas, dan partai politik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam hal ini.

3.     Ajang untuk memperkaya diri sendiri

            Ada paradigma khusus yang terpatri di otak orang – orang yang ingin menjadi kepala daerah jika nantinya dengan kedudukan yang ia peroleh merupakan “Jalan Tol” untuk menjadi raja selama lima tahun. Kedudukan, harta dan wanita seolah –olah merupakan imbalan yang akan mereka dapatkan jika menjadi kepala daerah. Tidak sedikit kasus yang membelit para kepala daerah. Kasus Aceng Fikri, dengan kedudukannya ia bermain mata untuk menjerat wanita – wanita untuk menjadi istrinya walau hanya dalam hitungan hari dan bulan saja. Dan tidak sedikit kepala daerah yang menjadi tersangka dalam kasus – kasus korupsi misalnya kasus mantan Bupati Buleleng Bagiada yang mengkorupsi dana UP PBB . Mahalnya biaya yang mereka keluarkan saat pemilukada seolah – olah harus dikembalikan saat mereka menjadi kepala daerah, hingga banyak cara dan aturan yang mereka mainkan untuk mengembalikan apa yang telah mereka keluarkan saat kampanye. Situasi ini memicu ekonomi berbiaya tinggi yang terjadi di daerah-daerah, misalnya, harus membayar fee untuk mendapatkan proyek dari pemerintah, atau sekadar mendapatkan keamanan. Akibatnya, ekonomi menjadi tidak kompetitif karena banyaknya mafia di daerah. Alih-alih menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik, para kepala daerah yang mempunyai integritas lemah menyalahgunakan kekuasaannya seperti mengorupsi Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) maupun menjalankan pungutan liar (pungli). Di sinilah perlunya menyebarkan paham good governance di kalangan pejabat publik dan pegawai negeri sipil. Pelatihan dan capacity building perlu dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas dan mentalitas pelayan public, hingga nantinya siapun yang menjadi kepala daerah, para PNS dan pejabat public dapat menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya dan tidak menganut faham sendiko dawuh dan asal bapak senang saja.

4.     Ketidak Percayaan Terhadap Penyelenggara Pemilukada

            Kebanyakan bentrokan pemilukada terjadi setelah pemilihan berlangsung, tatkala hasil pencoblosan mulai dihitung dan tanda-tanda kemenangan jatuh pada salah satu pasangan. Pemilukada harus dilaksanakan dengan aman dan sesuai dengan azas demokrasi, saling menghormati dan tenggang rasa hingga dapat dihindari konflik dalam pemilukada Latar belakang, alasan, sebab protes, kerusuhan, dan bentrokan itu ya itu-itu juga, yakni tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran hukum, data digelembungkan dan direkayasa. Panwaslu, panitia pengawasan tidak independen dan netral. Bahkan KPUD, pun digugat. Protes muncul disertai unjuk rasayang tak terkontrol hingga bentrok dengan petugas ketertiban umum.

            Kesemua faktor diatas harus dapat dihindari jika ingin menciptakan suatu pemerintahan yang bersih (Clean Government) , smart Government dan Good Government. Kita bukan lagi hidup dijaman purba yang harus serba membawa pentungan kemana – mana jika kita tidak senang tinggal pukul saja kita hidup di Negara yang berdemokrasi dan berasaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 45 serta ada budaya ketimuran yang mengiringi jalan kita. Harapan kita adalah demokrasi yang damai tidak disertai unsur kekerasan. Termasuk juga kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa yang damai. Apabila sampai terjadi ekses bentrokan dan kekerasan, tentunya hal itu menjadi perhatian yang serius bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan. Sebab, demokrasi tentu saja tidak menghendaki dan harus menjauhi kekerasan.

            Terlebih bagi masyarakat kota Malang yang akan menghadapi Pemilukada yang akan jatuh pada tanggal 23 Mei 2013 haruslah lebih jeli dalam memilih siapa yang akan menjadi kelapa daerah untuk lima tahun mendatang, jangan hanya terpancang dengan fasilitas apa saja  yang diberikan oleh balon pimpinan daerah. Tidak sedikit cara yang dilakukan oleh balon kepala daerah untuk menarik simpatisan mulai dengan mengajak wisata  ke tempat religi, memberikan sembako dan amplop bagi tiap simpatisan, memberikan peralatan untuk keperluan RT dan RW, mengadakan kursus bagi anak – anak dan perbaikan fasilitas umum  yang cuma terjadi dalam masa menjelang pemilukada saja. Tentunya tidak sedikit lembaran biru dan merah yang harus dikeluarkan balon untuk mewujutkan semua itu dan masyarakat khusunya dikota Malang janganlah terpancang dengan hadiah ini, ambil saja apa yang diberikan oleh Balon Kepala Daerah tapi tunggu dulu untuk menentukan siapa yang akan diusung kita harus memikirkan 100 kali bahkan harus 1000 kali demi kebaikan dan memajuan bersama   

            Dan hal ini merupakan tanggung jawab dan tugas dari pihak – pihak penyelenggara pemilukada untuk melaksanakan setiap Pilkada dengan baik tanpa adanya penyimpangan, kecurangan dan sesuai dengan jalur hukum yang ada. Kelalaian dalam pelaksanaan pemilukada harus kita hindari dan kedewasaan dari para calon kepala daerah juga dituntut hingga tercipta dan terlaksananya slogan Siap maju, siap menang dan siap kalah. Dan syarat untuk menjadi kepala daerah harus dipenuhi dengan sebaik – baiknya oleh balon kepala daerah.

            Jika pemilukada dapat kita laksanakan dengan sebaik – baiknya tanpa ada unsur kekerasan dan bentrokan maka itu merupakan catatan prestasi yang sangat besar. Oleh karenanya, Pilkada yang menjamin stabilitas politik lokal akan menjadi komponen kepastian usaha yang lebih kondusif bagi investor. Yang perlu diwaspadai adalah kehadiran para investor politik yang menggelontorkan dana terhadap calon peserta pilkada. Kehadiran mereka dapat menjadi faktor yang akan membuat pelaksanaan Pilkada menjadi sebuah ajang permainan kapital yang nantinya akan menjerat sang calon dalam situasi sulit. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional dari daerah justru datang dari proses pemilihan ini. 



1 komentar:

  1. luar biasa...!, ENTITAS HUKUM "BERANI DAN TERPERCAYA".........

    BERANTAS KORUPSI DAN "BEBASKAN RAKYAT DARI HUTANG KORBAN KETIDAK PASTIAN HUKUM" (ANSORY)

    BalasHapus