Kantor Kecamatan Lowokwaru |
Mengutip
penjelasan Dirjen Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang menerangkan bahwa agar
dalam pengelolaan keuangan Negara / Daerah tidak terjadi tumpang tindih
(overlapping) pendanaan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah didanai dari APBN
dengan yang telah didanai dari APBD hendaknya dipahami dan ditafsirkan dengan
benar akan Kewenangan pemerintah di
Daerah yang tidak diserahkan menjadi urusan daerah yaitu politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Karena
pada sektor tersebut telah didanai dari
APBN.
Pengalokasian
dana daerah untuk instansi vertikal (TNI dan Polisi)
secara terus menerus di kota Malang
setiap tahunnya cenderung masih cukup tinggi, pemberian ini erat kaitannya
dengan kepentingan pengamanan tiap - tiap kecamatan dalam melaksanakan
aktifitasnya , hal tersebut dapat dilihat pada data hasil temuan EHI terkait
besaran dana yang diberikan oleh kecamatan kepada instansi fertical dalam hal
ini kepolisian (Polsek ) dan Koramil sebagai berikut :
Program Pemeliharaan
Kamtramtibmas dan pencegahan tindak kriminal
No.
|
Kecamatan
|
Dana yang dianggarkan
selama setahun
|
1.
|
Sukun
|
Rp 132.075.000,00
|
2.
|
Kedungkandang
|
Rp 196.884.000,00
|
3.
|
Klojen
|
Rp 161.412.000,00
|
4.
|
Lowokwaru
|
Rp 199.169.000,00
|
5.
|
Blimbing
|
Rp 188.670.000,00
|
|
Jumlah
|
Rp 878.210.000,00
|
Ketika salah satu pejabat
camat dikonfirmasi EHI dalam hal ini
Kusnadi selaku camat Lowokwaru kota Malang menerangkan bahwa dana
sebesar Rp 199.169.000,00 dikeluarkan kecamatan untuk program pemeliharaan Kamtrantibmas
yang diberikan kepada Polsek Lowokwaru dan Koramil Lowokwaru dalam rangka
operasional pengamanan dan ketertiban wilayah dari januari-Desember 2011,
bahkan Kusnadi menambahkan jika kecamatan masih menyimpan nota bukti
pengeluaran tersebut .Sewaktu dipertanyakan tentang dasar hokum yang mereka
ambil sebagai dasar , EHI tidak memperoleh jawaban dari Kusnadi .
Ditanyakan kepada Anshori
SH praktisi hokum di kota Malang berpendapat bahwa pemberian dana dari
kecamatan kepada instansi vertical adalah melanggar aturan dan mengakibatkan adanya ganda pendanaan ( double
fund ), lain halnya jika pemberian tersebut dalam bentuk makan minum (
konsumsi) yang diberikan sewaktu kecamatan mengadakan kegiatan yang memerlukan
pengamanan Adapun aturan yang dilanggar adalah :
1)
Permendagri No. 13/2006 dan perubahan dalam Permendagri 59/2007 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah.
2)
Permendagri No. 32/2008 dan perubahan dalam Permendagri No. 25/2009 tentang
pedoman
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
3)
Peraturan Pemerintah RI No. 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.
4)
UU No. 3/2002 tentang Pertahanan, pasal 25 (1) pertahanan negara dibiayai dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
5)
UU No.34/2004 Tentang TNI, pasal 66 (1) TNI dibiayai dari anggaran pertahanan
negara yang
berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). (2)
Keperluan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen
Pertahanan.
6)
Keputusan Presiden No.70/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian RI,
pasal 30;
segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas organisasi
POLRI dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Kepres ini
adalah turunan dari pasal 7 UU
No.2/2002 tentang Kepolisian Negara RI.
Hasil audit BPK-RI dapat
dipastikan bahwa akan sering muncul opini terjadinya indikasi pelanggaran hukum
atas dana-dana yang dikelola oleh instansi vertikal. Laporan pertanggungjawaban
atas anggaran yang telah dikelola rata-rata tidak dipertanggungjawabkan secara
ideal sehingga pada akhir transaksi tahun berjalan ini menjadi temuan yang
membebankan eksekutif dan legislatif dalam pertanggungjawaban anggaran yang
dikelola. Pemberian anggaran yang berasal dari APBD akan terjadi double fund
dengan anggaran yang berasal dari APBN, sebab secara aturan hukum instansi
vertikal ini mempunyai anggaran yang berdiri sendiri dan berasal dari APBN.
Pemberian dana bagi
instansi vertikal secara terus menerus dari tahun ke tahun dapat diyakini bahwa
proses tata keuangan daerah tersebut akan amburadul dan berpotensi terjadi
tindak pidana korupsi disisi lain pemberian dana publik tersebut telah mengekangi
aturan hukum yang berlaku tentang keuangan. Semakin banyak dana yang diberikan
kepada instansi vertikal maka dipastikan daerah tersebut akan mengalami devisit
anggaran yang sangat tajam dan akan menjadi beban cost APBN/APBD yang harus
ditanggung selamanya tanpa perencanaan yang jelas dan sifat dari ini mengekangi
kebijakan politik terhadap publik pengelolaan dana-dana masyarakat. Pemberian
dana kepada instansi vertikal merupakan tindakan yang bertentangan dan
melanggar aturan yang lebih tinggi. ( Poer)
0 komentar:
Posting Komentar