SETELAH menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta, Pembantu Umum Rektor III Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Fahrudin
Arbah, didakwa korupsi pengadaan barang dan jasa alat laboratoritm pada 2010 yang
alokasi anggarannya berasal dari Dinas Pendidikan Tinggi tahun 2010. Korupsi
itu dilakukan bersama-sama ketua panitia pengadaan bernama Tri Mulyono.
Atas perbuatannya tersebut, Fahrudin dijerat dengan Pasal 2
ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto 64 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana adalah 20 tahun penjara dan
pidana denda Rp1 miliar. Atau Pasal 3 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang
yang sama.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur
menjelaskan, pada 2010 UNJ belanja peralatan laboratorium dan peralatan
penunjang laboratorium dengan alokasi pagu anggaran Rp 17 miliar. Atas rencana itu, pada 5 Januari 2010, kuasa
pengguna anggaran yang juga merupakan Rektor UNJ, Bejo Suyanto, menunjuk
panitia pengadaan barang dan jasa untuk beberapa kegiatan.
Kegiatan tersebut di antaranya pembangunan gedung dan
fasilitas pendidikan, pengadaan mebel penunjang, pengadaan alat lab pendidikan,
pengadaan peralatan penunjang operasional perkantoran, rehabilitasi Gedung
Daksinapati tahap III dan Gedung Pasca Sarjana, pengerjaan Civil World New
Building, pengadaan pengembangan staf akademik dan studi lanjut S3 di luar
negeri, dan pengadaan konsultan implementasi pengembangan kurikulum.
Jaksa tersebut menuturkan pada 27 Juli 2010, UNJ membuka
pendaftaran pengadaan peralatan labaratorium. Namun perusahaan yang mendaftar
pada saat itu didominasi dari kelompok konsorsium Grup Permai (perusahaan milik
Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus Wisma Atlet) yakni PT Dulango Raya, PT
Eksartek, PT Marel Mandiri, PT Nuri Utama Sanjaya, PT Daya Meri Persada, dan PT
Darmo Sepion, kecuali CV Sinar Sakti.
Menurut Jaksa Rahmad Purwanto, terdakwa Fahrudin selaku
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono
melakukan kesepakatan dengan Grup Permai untuk menunjuk perusahaan tertentu
sebagai pemenang lelang. Berkas Tri sendiri terpisah dari terdakwa Fahrudin.
Penentuan perusahaan tertentu sebagai pemenang tender
terjadi setelah dilakukannya penjelasan pekerjaan (aanwijzing) oleh UNJ.
Penentuan ini terjadi lantaran Staf Pemasaran PT Anugrah Nusantara Meilia Rieke
dan Wakil Direktur Grup Permai Gerhana Sianipar yang menemui terdakwa.
Meilia dan Gerhana kembali menemui Fahrudin untuk mengatur
perusahaan pemenang lelang. Akhirnya diputuskan pemenangnya adalah PT Marel
Mandiri. Padahal, PT Marel hanya dipinjam namanya oleh PT Anugrah Nusantara.
Panitia juga tidak melakukan evaluasi penawaran.
Seperti yang bisa ditebak, penentuan PT Marel ini tentunya
dengan menggunakan imbalan. Meilia memberikan imbalan (suap) kepada Fahrudin
dan Tri Mulyono. Mereka memberikan uang secara bertahap sejak Februari sampai
Desember 2010 dengan total jumlah uang Rp 873 juta.
"Pada sekitar Juli 2010, Meilia juga memberikan
komputer jinjing merek Sony Vaio, kepada Rektor UNJ, Bejo Suyanto," ujar
jaksa.
Menurutnya, selaku PPK, terdakwa tak melaksanakan tugasnya
sesuai aturan. Bahkan, terdakwa Fahrudin beserta Tri secara sadar mengetahui
bahwa pemenang lelang dikendalikan oleh satu perusahaan tertentu yang dipinjam
benderanya. Meski demikian, panitia juga tidak melakukan evaluasi penawaran.
Bukan hanya itu, jaksa juga menilai, terdakwa dan Tri juga
telah membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) terhadap alat-alat laboratorium
yang akan ditenderkan. HPS yang dibuat terdakwa dan Tri ini tak melalui harga
survey pasar.
Menurut jaksa, HPS tersebut ditentukan dari brosur alat
laboratorium yang dikumpulkan oleh Grup Permai yang diperintahkan Direktur
Pemasaran Grup Permai Mindo Rosalina Manullang melalui Meilia. Tri juga
diketahui telah menyusun harga perkiraan sendiri berdasarkan brosur itu, tanpa
melibatkan anggota panitia lain. Alhasil, selaku Ketua Panitia, Tri memutuskan
pengadaan terhadap 90 jenis barang sebanyak 545 unit dengan total harga Rp16,99
miliar. Hal itu menyimpang dari Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang
pengadaan barang dan jasa.
Atas perbuatan Fahrudin dan Tri Mulyono, menurut jaksa,
kerugian yang dialami negara mencapai Rp 5,17 miliar.
0 komentar:
Posting Komentar