Dalam putusan tersebut, MK menyatakan
bahwa ladasan hukum SBI/RSBI pada UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bertentangan dengan UUD 1945 atau dengan kata lain tidak sesuai dengan
konstitusi yang ada dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Keputusan ini diambil
setelah MK mengabulkan permohonan uji materi pada pasal 50 ayat 3 UU no 20 thn
2003 tentang Sisdiknas, dan telah memeriksa bukti serta mendengarkan pendapat
pemerintah serta anggota legislative.
"Menurut mahkamah,
permohonan penggugat ini dinilai beralasan menurut hukum. Mahkamah mengabulkan
gugatan tersebut," kata Hakim Ketua Mahfud MD saat pembacaan putusan di
Ruang Sidang MK.
Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan MK adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi
pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan
adanya kastanisasi ataupun diskriminasi dalam pendidikan.
Menurut Juru Bicara MK,
Akil Mochtar, seluruh keistimewaan dan mekanisme terkait RSBI sudah gugur sejak
diputuskan oleh MK.
Akil menambahkan, RSBI yang
sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan karena sistem RSBI,
lanjutnya, juga harus dibatalkan. Akil menambahkan, pungutan yang dilakukan
sekolah untuk pelaksanaan RSBI dapat pula dikatakan ilegal dan terindikasi
korup. "Jika dasar hukumnya tidak ada tapi masuk melakukan pungutan ya
ilegal dong," ujar Akil.
Akil juga mengatakan,
pembubaran RSBI memiliki nilai yang sama dengan pembubaran BP Migas tahun lalu.
Oleh karena itu, Mendikbud harus tunduk pada putusan pembatalan status RSBI
yang mengikat dan tidak bisa menunda-nunda eksekusinya.
"BP Migas saja setelah
putusan MK besoknya langsung dibubarkan sama presiden (RSBI seharusnya sama).
itu untuk kepentingan bangsa juga," tandasnya.
Akil juga menambahkan, jika
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tetap dijalankan, maka hal itu
mengandung potensi besar timbulnya korupsi. Menurut dia, hal ini karena dasar
hukum RSBI sudah tidak ada, sehingga penggunaan dana APBN untuk program itu
tidak boleh dijalankan.
Akil mengatakan, setiap
penggunaan dana APBN harus memiliki dasar hukum yang jelas. Penggunaan dana itu
nantinya juga akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga,
kata Akil, apabila pemerintah berkeras tetap menjalankan RSBI menggunakan dana
APBN maka hal itu akan dipertanyakan. Selain itu, hal itu juga berpotensi untuk
diajukan ke KPK untuk menjadi kasus korupsi.
Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) juga turut angkat bicara masalah putusan pembubaran SBI/RSBI
tersebut. Ketua KPAI Badriyah Fayumi menyatakan “KPAI menyimpulkan, RSBI
bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 yang menegaskan bahwa setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, serta prinsip non-diskriminasi”.
Badriyah berharap, setelah
pembubaran RSBI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa menghapus semua
kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan
pelanggaran terhadap hak anak. "Untuk itu KPAI mendorong diterapkannya
Sekolah Ramah Anak sebagai kebijakan nasional," ujarnya.
Dilain pihak menteri
Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengaku tak habis pikir mengapa cita-cita
mulia seperti itu justru akhirnya dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 oleh MK. M. Nuh berpendapat, salah satu cara agar bangsa Indonesia
bisa bangkit adalah melalui jalur pendidikan. Hal itu dapat diimplementasikan
dengan menciptakan sekolah-sekolah top untuk mendorong terciptanya kualitas
pendidikan yang lebih baik.
Pun demikian M. Nuh mengaku
tetap akan menghormati putusan MK tersebut. Kini dirinya dikabarkan telah
memiliki gambaran mengenai formula baru sekolah eks-RSBI. Dan dalam waktu
dekat, Kemdikbud akan memanggil para pejabat dinas pendidikan, dewan pendidikan
serta pemangku kepentingan pendidikan untuk berdiskusi mengenai formula baru
bagi sekolah eks-RSBI.
Mantan Rektor Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS) ini juga berharap formula tersebut sudah ada
sebelum tahun ajaran baru 2013/2014 dimulai tanpa mereduksi sedikit pun
cita-cita tentang sekolah bertaraf internasional.
Terkait putusan itu, pakar
pendidikan STAIN Kudus, Dr M Saekan Muchith SAg MPd berharap bisa menjadi
pelajaran berharga bagi DPR dan Pemerintah.
"Di sisi lain, DPR
harus cermat dalam mengesahkan sebuah Undang-Undang (UU). Ke depan, DPR harus
lebih cermat dan hati-hati dalam mengesahkan sebuah UU, supaya tidak menjadi
preseden buruk bagi kehidupan bangsa dan negara," tegas Pembantu Ketua
(Puket) I STAIN Kudus itu.
Dia mengemukakan lebih
lanjut pasca putusan Mk tentang RSBI, semua pihak harus melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan satuan pendidikan. "Masyarakat, organisasi
profesi, dan LSM harus melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sekolah,
agar benar-benar dilaksanakan dan dikembangkan sesuai dengan amanat UUD
1945," katanya.
Kebingungan Penarikan SPP untuk sekolah EKs RSBI
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, M Nuh memperbolehkan penarikan SPP bagi sekolah Eks RSBI , M Nuh
beranggapan penarikan SPP ini wajar jika masuk dalam rancangan kegiatan dan
anggaran sekolah. Keputusan ini diambil setelah adanya pertemuan dengan kepala
Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia.
"Pungutan berjalan
sampai April 2013 karena RSBI membutuhkan sumber daya atau sumber dana,"
kata M. Nuh.
Eks RSBI diperbolehkan
untuk menarik SPP karena bantuan yang ada selama ini untuk RSBI sudah
dihentikan, maka jika tidak ada penunjang akan berakibatnya sekolah tersebut.
Hal ini juga dikarenakan MK masih memberikan kesempatan kepada sekolah Eks RSBI
untuk menentukan bagaimana cara pembiayaan sekolah tersebut setelah semua dana bantuan
yang ada distop.
Meski pungutan
diperbolehkan tetapi bukan berarti eks RSBI boleh melakukannya untuk jenis
pungutan yang lain. " Jenis pungutan baru dilarang dilakukan setelah ada
putusan MK," kata M. Nuh.
Kemendikbud membuat surat
edaran terkait pembubaran rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan
menjadikannya sebagai sekolah biasa atau reguler. Hal ini sesuai dengan surat
edara Nomor 017/MPK/SE/2013 tentang Kebijakan Transisi RSBI bertanggal 30
Januari 2013. Dalam surat ini disebutkan tentang larangan pemungutan biaya dari
masyarakat untuk sekolah eks RSBI.
Larangan pemungutan biaya
ini berlaku untuk semua level mulai SD hingga SMA. Berlaku untuk semua sekolah
yang dulunya RSBI kini dirubah menjadi sekolah reguler."Aturan untuk
sekolah reguler berlaku untuk sekolah eks RSBI," kata Irjen Kemendikbud,
Haryono Umar, Kamis di Jakarta.
Salah satu yang termasuk
jenis pungutan dalam surat edaran tersebut adalah sumbangan pembinaan
pendidikan (SPP). Karenanya setelah menjadi sekolah reguler sekolah sekolah
tersebut tak boleh menarik uang SPP.
Meski begitu bukan berarti
sekolah yang bersangkutan tak boleh menerima dana partisipasi dari masyarakat.
Karena masyarakat masih diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Haryono menjelaskan agar
semua pihak, kepala dinas provinsi, kabupaten dan kotamadya serta para kepala
sekolah untuk mematuhi surat edaran ini. Diharapkan tidak ada pihak pihak yang
berusaha mengambil keuntungan dari situasi seperti saat masih menjadi RSBI.
Sementara itu menanggapi
permasalahan penarikan SPP untuk sekolah RSBI, kepala Dinas Pendidikan Kota
Malang Dra. Sri wahyuningtyas,M.Si Kwalitas Jalan, Biaya kompromi dalam artian
untuk mendapatkan mutu pendidikan yang bagus maka juga dibutuhkan penunjang
dalam hal ini tentu saja masalah pembiayaan.
0 komentar:
Posting Komentar