Di
duga Keras Kong – kalikong dengan PPK/PPTK, Pengawas Lapangan dan Konsultan
Pengawas Kota Batu.
Pada
tahun 2010 pemerintah Kota Batu melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang melaksanakan pembangunan Pos Polisi
yang berada di Plaza Batu, pengerjaan tersebut senilai Rp 436.900.000 yang dilaksanakan oleh CV CAM
akan tetapi dalam pengerjaannya terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh berbagai pihak sesuai dengan temuan Badan Pengawas Keuangan
(BPK).
Pelaksana
pembangunan dilakukan oleh CV CAM berdasarkan perjajian pelaksanan pekerjaan
kegiatan pembangunan/peningkatan infrastruktur pekerjaan pembangunan pos polisi
di Plaza Batu Nomor 602.1/26/422.107/K-PPK.2/2010 pada tanggal 20 September
2010 dengan jangka waktu pengerjaan 90 hari yang berakhir tanggal 19 Desember
2010. Untuk anggaran pengerjaan pos polisi tersebut senilai Rp 436.900.000. akan
tetapi pada tanggal 9 Desember 2010 dilakukan perpanjangan waktu penyelesaian
pekerjaan menjadi 102 hari yang berakhir tanggal 31 desember 2010, perubahan tersebut
tertuang pada addendum kontrak kegiatan pembangunan/peningkatan infrastruktur pekerjaan
pembangunan pos polisi di plaza Batu tahun Anggaran 2010 Nomor
602.1/126/422.107/ADD-PPK.2/2010 tanggal 9 Desember 2010 akan tetapi
perpanjangan waktu pada addendum tidak memenuhi kondisi kahar serta tidak ada
dokumen pendukung dari instansi terkait yang berwenang sehingga
perpajangan waktu tidak dibenarkan dan
jangka waktu pelaksanaan tetap sesuai kontrak yaitu berakhir tanggal 19
Desember 2010.
Pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan
pembangunan menunjukan bahwa dengan jelas terdapat keterlambatan dalam
pelaksaan kegiatan yang seharusnya selesai pada waktu yang sudah disepakati
menurut kontrak, molornya waktu pengerjaan tersebut disebabkan kurang
profesionalnya Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, pejabat pembuat komitmen (PPK) , pejabat pelaksana teknis
kegiatan (PPTK), Pengawas lapangan dan konsultan pengawas yang seharusnya sudah
memperkirakan waktu pengerjaan dan semua kendala yang dimungkinkan terjadi
dilapangan secara cermat sebelum menyepakati perjajian kontrak pelaksanaan.
Pelaksanaan pengerjaan bangunan
tersebut seharusnya sudah selesai pada tanggal 19 Desember 2010 akan tetapi
saat tim pengawas bersama dengan PPK, PPTK, pelaksana, dan Konsultan pengawas,
melakukan pemeriksaan atas fisik bangunan pada tanggal 21 desember 2010 kemajuan pengerjaan fisik baru mencapai
61,51% sesuai dengan laporan harian pengawas, pihak pelaksana menyatakan
kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan pada tanggal 20 januari 2011. Dari
keterlambatan tersebut dikenakan denda 1% dari nilai kontrak per hari selama 32
hari kalender yaitu mulai tanggal 20 desember 2010 s.d 20 januari 2011.
Pelanggaran dalam pelaksanaan
pembangunan pos polisi di plaza Batu bukan sekedar di waktu keterlambatan pelaksaanaan akan
tetapi lebih mengejutkan lagi ada kekurangan volume atas materil yang telah
dipasang dalam pembangunan pos polisi tersebut yang tidak sesuai dengan Rencana
Anggaran Belanja (RAB) dan gambar desain. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang
dilakukan BPK menunjukkan bahwa terdapat pekerjaan yang kurang volume Beton
pada pekerjaan balok 15/30 yang seharusnya memiliki volume yang tercantum di
RAB adalah 5,670 m3 sedangkan volume yang terpasang 2,6631 m3 sehingga
terdapat selisih volume 3,0069 m3 .
Sedangkan untuk kekurangan berat besi pada pekerjaan beton disebabkan
besi yang terpasang tidak sesuai dengan RAB dan desain gambar. Untuk kolom
15/40 16 mm beugel 10 mm malah yang terpasang 13,26 mm beugel 6,325 mm demikian
pula unutk kolom 15/15 seharusnya
digunakan besi 10 mm dengan beugel 6 mm namun yang terpasang adalah besi 7,94
mm dengan beugel 6,325 mm.
Atas kejadian tersebut
diatas BPK sudah merekomendasikan kepada WaliKota Batu agar :
a.
Memberikan teguran secara tertulis kepada Kepala Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang
supaya lebih cermat dalam melakukan pengendalian
b.
Memerintahkan kepada Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang supaya:
1)
Meminta pertanggungjawaban kepada PPK untuk mengenakan
denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan senilai Rp9.214.810,00 kepada
rekanan dan selanjutnya menyetorkan ke Kas Daerah serta menyampaikan bukti
setor kepada BPK RI;
2)
Memberikan teguran tertulis kepada PPK, PPTK, pengawas
lapangan dan konsultan pengawas supaya lebih cermat dan obyektif dalam melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan;
3)
Memberikan teguran tertulis kepada Panitia Pemeriksa
Kemajuan Pekerjaan dan Panitia Penerima Penyerahan Pekerjaan;
4)
Memberikan teguran kepada rekanan agar bekerja secara
profesional dengan memenuhi target penyelesaian pekerjaan;
c.
Memerintahkan Inspektur untuk memantau penyelesaian pekerjaan
dan menindaklanjutinya
sesuai ketentuan yang berlaku.
Saat
“EHI”
mengkonfirmasi Adanya dugaan
pelanggaran dalam pelaksanaan pembangunan Pos Polisi kepada Triyoso SH, selaku
praktisi hukum berpendapat “ Seharusnya Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Batu selaku
Pengguna Anggaran (PA) patut dipertanyakan keprofesionalannya apakah sudah
tepat dalam menentukan PPK padahal ada
beberapa persyaratan yang harus sesuai dengan PP No 54 tentang pengadaan
barang/jasa pemerintah pasal 12 ayat 1 dan 2”.
1)
PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
2)
Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki
integritas;
b. memiliki
disiplin tinggi;
c. memiliki
tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas
d. mampu
mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN.
e. menandatangani
Pakta Integritas.
f.
tidak menjabat sebagai pengelola keuangan
g. memiliki
Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
“Tidak seharusnya pelanggaran tersebut
terjadi, apabila PPK, PPTK, pelaksana, dan Konsultan pengawas lebih
profesional, cermat dan obyektif dalam melakukan pengawasan fisik dilapangan. Kurangnya
tanggung jawab dan ketidak mampuan PPK, PPTK, pelaksana, dan Konsultan pengawas
dalam menjalankan tugas menciptakan peluang terjadinya pelanggaran dalam
pelaksanaan, jika terdapat perbedaan antara pelaksanaan dilapangan dan gambar
atau spesifikasi teknis dalam dokumen kontrak, seharusnya PPK, PPTK, pelaksana,
dan Konsultan pengawas dapat langsung melakukan pemutusan kontrak sesuai dengan
PP No 54 Pasal 93 ayat 1”lanjut Triyoso, SH.
(1)
PPK dapat
memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:
a.
denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari
nilai Kontrak;
b.
Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji
dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan;
c.
Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN,
kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh
instansi yang berwenang; dan/atau
d.
pengaduan tentang penyimpangan prosedur,
dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
Selain
itu permasalahan di dalam pengadaan barang dan jasa seharusnya diberlakukan
pasal 49 (1 ) yang berbunyi:
(1) Kepada para pihak yang ternyata terbukti
melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang/jasa, maka:
a. dikenakan sanksi
administrasi;
b. dituntut ganti
rugi/digugat secara perdata;
c. dilaporkan untuk
diproses secara pidana.
Apabila
kontraktor/ penyedia barang/jasa kemudian melunasi kekurangan volume yang
sudah menjadi tanggungan dan sudah tertuang didalam kontrak perjanjian, bukan
berarti kontraktor/penyedia barang / jasa
tersebut lepas dari tindakan hukum, tetap saja penyedia barang dan
jasa tetap bisa dituntut dengan Pidana korupsi, begitu juga dengan PPK/PPTK
bisa dikenakan dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.
31 tahun 1999 pasal 3 yang berbunyi: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.
000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tutup Triyoso SH saat dikonfirmasi
oleh ENTITAS HUKUM INDONESIA.
0 komentar:
Posting Komentar