PROGRAM pemerintah PNPM Mandiri yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat miskin di daerah pedesaan dengan mendorong kemandirian
dalam pengambilan keputusan dan pengolahan pembangunan ternyata dalam pelaksanaannya kerap kali tidak berjalan sesuai prosedur dengan tujuan utama program PNPM Mandiri tersebut. Hal serupa rupanya juga dirasakan oleh masyarakat di wilayah Kab. Probolinggo Kec. Krucil Desa Betek. Setidaknya terdapat
tiga program PNPM yang pelaksaannya amburadul dan hingga saat ini masih meninggalkan berbagai masalah. Program tersebut diantaranya yaitu program Simpan Pinjam Perempuan (SPP), pembangunan
jembatan dan perbaikan telford (jalan makadam). Namun dalam pelaksanaannya terdapat program yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak sesuai dengan tujuan program PNPM.
Hal ini disampaikan oleh Muhammad salah satu pemuda dari Desa setempat saat di temui oleh Entitas Hukum Indonesia (EHI) dirumahnya. Dari penuturan Muhammad, diketahui jika pelaksanaan program PNPM di desanya ini dilaksanakan secara tidak profesional dan tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan, mulai dari pemilihan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), pengelolaan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP), perencanaan pembangunan, hingga pelaksanaan pelestarian, semuanya tidak ada yang sesuai dengan prosedur. Saat dimintai keterangan lebih lanjut tentang bagaimana proses PNPM di Desa tersebut bisa berjalan, Muhammad menjelaskan tidak adanya tahapan pemilihan Ketua TPK. “Ketua TPK saat ini (Reza Indra ) bukan dipilih oleh masyarakat, namun hasil sulapan saja”, ujar Muhammad. Terkait Simpan Pinjam Perempuan (SPP), menurut penuturan Muhammad terdapat beberapa permasalahan diantaranya adalah tunggakan pengembalian pokok yang belum terbayarkan yaitu sebesar Rp. 71.029.000,-, dan adanya dugaan pinjaman fiktif dengan menggunakan nama kelompok yang terdaftar didalamnya.
Khusus untuk dugaan adanya pinjaman fiktif tersebut, Muhammad menuturkan bahwa masyarakat yang kelompoknya tercantum dalam daftar penerima SPP hanya difoto, dimintai copy KTP dan tanda
tangan dengan iming-iming akan diberikan pinjaman modal. Namun hingga saat berita ini diturunkan tidak ada satupun masyarakat desa Betek yang mendapatkan pinjaman
itu.
Nuraini, salah satu ketua kelompok (Alhidayah) yang nama kelompoknya tercantum dalam daftar penerima pinjaman mengatakan bahwa kelompoknya sama sekali tidak pernah menerima bantuan berupa pinjaman SPP tersebut. “Kelompok saya yaitu Alhidayah tidak pernah menerima uang SPP dari program PNPM, dulu pernah kelompok saya dimintai foto copy ktp dan foto kelompok saya, namun kami tidak pernah menerima uang SPP itu, saya berharap ketua UPK kesini untuk menagih pengembalian uang SPP itu sama
saya, soalnya saya juga dengar kabar uang itu cair tapi kok tidak sampai pada kelompok saya. Padahal pada saat itu saya berharap sekali mendapatkan pinjaman SPP untuk modal usaha kelompok saya”, papar
Nuraini. Muhammad juga berkeyakinan semua ketidak beresan yang terjadi di PNPM Desa
Betek Kec. Krucil Kab. Probolinggo ini bisa terjadi karena adanya kong kalikong di antara pelaksana PNPM. “Kalau SPP ini tidak lunas pada tahun 2012 maka tahun 2013
desa saya ini tidak akan mendapat bantuan”, tambah Muhammad. Sedangkan untuk program pembuatan
jembatan sepanjang 3 x 12m dan pembangunan telford (jalan makadam) sepanjang 2,5 x 200 m yang menelan anggaran sebesar Rp. 210.844.000 dari dana PNPM di Desa Betek hingga saat ini pelaksanaannya
masih “mangkrak” dan terkesan terhenti di tengah jalan. Berbagai penyimpangan yang terlihat di lapangan, diantaranya adalah tidak adanya papan pengumuman pengerjaan pekerjaan program seperti halnya pada proyek-proyek pada umumnya, pencairan dana yang telah mencapai 80% sedangkan pekerjaan baru diselesaikan 40%, serta dugaan tidak terpenuhinya ketentuan teknis dalam pengerjaan pekerjaan
tersebut. Menurut penuturan Busri salah satu masyarakat setempat bahwa sepanjang pengerjaannya,
tidak ada Koordinasi perencanaan ataupun informasi biaya pada masyarakat sekitar, dan bahkan jembatan tersebut sudah sempat roboh. “Saya yakin jembatan tersebut tidak akan kuat karena pada bagian kaki penyangga jembatan tidak ada kawat penguat apalagi beberapa saat yang lalu jembatan tersebut sempat roboh”, ujar Busri. Selain itu saat penulusuran lebih dalam, tim EHI menemukan kejanggalan lebih
besar. Kejanggalan tersebut adalah tidak dilibatkannya kepala Desa Betek dalam program PNPM Mandiri tersebut. Menurut pengakuan Abdullah selaku Kepala Desa Betek, dirinya sama sekali tidak tahu dengan
adanya program PNPM yang tengah berjalan didesanya. Pelaksanaan PNPM di desanya terkesan morat marit dan berjalan semaunya sendiri tanpa ada koordinasi dengan pejabat di desa Betek. “Saya memang kepala desa di desa Betek, akan tetapi selama tahun 2011-2012 saya tidak ikut campur atau mengetahui
tantang program PNPM, dikarenakan tidak ada koordinasi sama sekali dari pelaksana PNPM mulai dari tingkat Kecamatan Krucil sampai di Desa, padahal tanggung jawab kepala desa berdasar pada Buku Pedoman PNPM Mandiri sangat jelas bahwa kepala desa berperan sebagai pembina dan pengendali
kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan PNPM mandiri pedesaan di desa”, terang Abdullah.
Bahkan karena jengkel dengan sikap dan prilaku pelaksana PNPM, Abdullah sampai membuat surat pernyataan tidak akan turut campur jika kedepannya terjadi suatu masalah dengan pelaksanaan PNPM
di desa Betek. “Saya ini tidak pernah dilibatkan dalam Program PNPM mandiri Pedesaan dari tahun
2011-2012 dan saya juga tidak pernah tanda tangan administrasi PNPM mandiri pedesaan Aneh kan? Saya sampai pernah buat surat pernyataan pada tahun 2012 bulan januari apabila terjadi permasalahan
dengan program PNPM mandiri dikemudian hari tidak akan ikut campur” Jelas Abdullah. Ketika EHI mendatangi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) untuk konfirmasi, dan ditemui langsung oleh Martini selaku ketua UPK dan Eka selaku Fasilitator Teknik (FT). Saat ditanya soal permasalahan yang ada di desa
Betek apakah Program PNPM sudah berjalan sesuai dengan Prosedur atau pedoman PNPM, Martini menjelaskan bahwa semua program telah berjalan sesuai dengan prosedur, meski diakui adanya keterlambatan program tersebut.
“Memang semua desa mengalami keterlambatan akan tetapi kalau progress dilapangan desa Betek memang yang paling terlambat”, ujar Martini. Terkait adanya tunggakan pengembalian pokok pinjaman dan pinjaman fiktif pada kelompok SPP di Desa Betek, Martini kepala UPK menjelaskan “Desa Betek masih memiliki
tunggakan utang itu adalah simpan pinjam perempuan” dan saat dikonfirmasi masalah informasi yang di dapat dari desa tentang dugaan pinjaman fiktif kelompok UPK, Martini berkilah, “nuwun sewu, kalo sepulang tim dari UPK itu dikondisikan sama TPK nya itu sudah bukan tanggung jawab kita”. Martini juga mengungkapkan pihaknya akan melakukan identifikasi kelompok SPP yaitu terjadwal (26-12-2012) dan semua ketua kelompok akan dimintai keterangan. Namun hingga berita ini diturunkan proses identifikasi kelompok belum juga dilaksanakan. Sementara itu saat ditanya soal pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan dan ada tidaknya papan pengumuman pengerjaan proyek, pihak UPK mengatakan “Kami sudah kelokasi beberapa waktu yang lalu dan memastikan bahwa papan proyeknya ada”. Namun saat EHI menyatakan bahwa di lokasi tidak ada papan proyek, ketua UPK menjawab “apa iya pak?”, dengan nada heran. Tentang pelaksanaan pengerjaan jembatan yang terhenti, ketua UPK tersebut menyatakan bahwa
memang pekerjaannya sekarang masih berhenti karena pertanggung jawaban 40% belum dilaksanakan
dana yang sudah kami cairkan 80%. Sedangkan ketika ditanya soal apakah program bisa berjalan kalau tidak ada tanda tangan dari kepala Desa, ketua UPK tersebut menjelaskan “tentu saja tidak bisa, karena semuanya harus sepengetahuan kepala Desa mulai dari tanda tangan, hingga perencanaan”. Ditambahkan pula oleh Eka selaku FT kecamatan menjelaskan “semua berita acara pertemuan didesa itu ada tanda tangan kepala desa”. Kemudian saat EHI mencoba menkonfirmasi Reza Indra Selaku ketua TPK, Reza Indra tidak dapat ditemui dan saat di hubungi melalui HP juga tidak dijawab Saat permasalahan ini dikonfirmasikan kepada Triyoso, SH selaku pakar hukum beliau menyatakan bahwa “Seharusnya pelaksana PNPM di desa Betek melakukan koordinasi aktif dengan pejabat desa dalam hal ini Kepala Desa, karena kedudukan Kepala Desa selaku Pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan PNPM mandiri
pedesaan”. “Jika memang terjadi benar dugaan pemalsuan tanda tangan maka perlu dikaji ulang keabsahan
dari program tersebut. Dan dari segi hukum pihak yang merasa dirugikan dalam hal ini kepala desa
memiliki hak untuk melakukan penuntutan secara pidana dan untuk pembuktiannya harus melalui proses
pengadilan sesuai prosedur. Hal ini sesuai dengan UU KUHP Pasal 263 tentang PEMALSUAN SURAT
dan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”, lanjutnya
“Dan adanya pinjaman fiktif dan pembangunan jembatan dan jalan yang tidak sesuai prosedur dapat
dijerat dengan UU KUHP pasal 378 tentang penipuan dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun”, tutup Triyoso. (pri)
0 komentar:
Posting Komentar