Pengiriman surat oleh Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam kepada
Kementerian Pertahanan terkait Persetujuan Pemanfaatan Hasil Optimalisasi Non
Pendidikan APBN-P Kementerian Pertahanan sebesar 678 Miliar rupiah berujung
dengan dilaporkannya Seskab Dipo Alam ke Bareskrim Polri oleh Lily Wahid
politisi senior asal PKB yang juga merupakan anggota DPR.
Surat yang dikirim oleh Seskab Dipo Alam kepada Menteri Pertahanan tersebut berisi pertanyaan apakah pemanfaatan terhadap hasil optimalisasi non pendidikan APBN-P Kementerian Pertahanan sebesar Rp678 miliar (USD 68 juta) yang akan digulakan untuk pengadaan beberapa paket peralatan militer yang terdiri atas 1 (satu) paket Encripcy, Critical Communication, Monograph, serta 135 set alat selam benar-benar merupakan hal yang sifatnya sangat mendesak sesuai pada yang tertuang dalam Keputusan Presiden No 35 Tahun 2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alat Utama Senjata Tentara Nasional Indonesia Tahun 2010-2014.
Dalam suratnya tersebut, Dipo Alam juga mempertanyakan apakah nilai pembelian sebesar Rp 678 Miliar tersebut tidak lebih baik dimanfaatkan untuk pengadaan alutsista yang pendanaannya sampai saat ini masih belum mencukupi, mengingat (sesuai data Bappenas) dari kebutuhan Rp 57 triliun untuk pengadaan alutsista 2010-2014 baru diperoleh anggaran sebesar Rp17 triliun sampai tahun 2012 dan Rp6 triliun untuk 2013 sehingga masih diperlukan Rp34 tiliun.
Dipo Alam Dilaporkan Ke Mabes Polri
Lily Wahid melaporkan Sekretaris Kabinet Dipo Alam ke Mabes Polri karena dianggap mencampuri kinerja Komisi I DPR. Dipo dianggap telah menyalahi wewenang sebagai Sekretaris Kabinet.
Menurut adik kandung Gus Dur ini, langkah Dipo Alam untuk menyurati Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan mengenai optimalisasi anggaran adalah salah kaprah. Padahal menurut Lily hal itu hanya tidak bisa dilakukan oleh kabinet seperti yang tercantum di pasal 41 KUHAP.
Seorang Menteri Seskab tidak punya wewenang untuk kirim surat edaran kepada menteri-menteri karena tugasnya adalah hanya memantau, mengevaluasi, menganalisa kinerja kabinet dan menyampaikannya kepada presiden. Dirinya juga menegaskan Seskab tidak memiliki hak eksekusi, karena Seskab dibentuk hanya dengan berdasarkan Perpres 82 tahun 2010.
“Sebuah lembaga yang diketuai berdasarkan Perpres bisa masuk terlalu jauh sampai memblokir anggaran dan sebagainya. Artinya ini masalah ketatanegaraan yang serius, negara ini dikelola dengan dasar yang enggak jelas,” ujar Lily.
“Ini bukan soal optimalisasi anggaran, tapi soal ketatanegaraan. Implikasinya banyak karena itu digunakan untuk beli alat selam. Itu Komisi I membantu supaya mereka bisa mencapai minimum esensial forcesnya itu secepat mungkin,” tutup Lily.
Menanggapi laporan Lily Wahid ke Bareskrim yang menuduhnya menyalahgunakan wewenang sesuai pada Undang-Undang No.17/2003 tentang Keuangan Negara akibat pengiriman surat permintaan memblokir anggaran Kementerian Pertahanan kepada Menteri Keuangan, Dipo mengaku tidak memikirkan hal tersebut
“Kalau dia lapor ke polisi silakan saja. Ini negara demokratis,” tegas Dipo.
Sementara itu, Deputy Seskab Bidang Polhukam Bistok Simbolon menambahkan pernyataan Lily Wahid di media yang menyatakan Dipo Alam telah melanggar UU perlu diperinci agar tidak memberikan kebingungan dalam memahami arti melanggar UU.
Menurut Lily Wahid, pelanggaran dilakukan terhadap Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara berbunyi,
“APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.” Ujar Bistok
Pasal 96 ayat (2c) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) berbunyi, “Tugas komisi di bidang anggaran adalah membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi.”
Dan juga pada Pasal 157 ayat (3) UU MD3 berbunyi, “Komisi dengan kementerian/lembaga melakukan rapat kerja dan/atau rapat dengar pendapat untuk membahas rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga tersebut.”
Menurut Bistok, Surat Seskab kepada Menteri Keuangan merupakan implementasi salah satu bentuk tugas Seskab dalam rangka cabinet management sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 dan 3 Perpres No 82 Tahun 2010 tentang Sekretariat Kabinet.
“Surat Seskab juga merupakan salah satu bentuk komunikasi antar sesama pembantu Presiden yang bertujuan untuk menjalankan direktif Presiden,” katanya.
Bistok mengemukakan, jika substansi surat Seskab mengkomunikasikan hal terkait optimalisasi anggaran, hal itu dapat dipahami karena APBN merupakan subject to review yang terbuka untuk diubah seiring dengan perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan perubahan kebijakan fiskal yang berpengaruh terhadap komposisi APBN itu sendiri, sehingga dimungkinkan dibuatnya APBN-P (untuk APBN-P Tahun 2012 dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 2012).
“Perubahan APBN/APBN-P, termasuk hal pemblokiran, dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan, hal mana juga dapat dilakukan oleh DPR melalui komisi-komisi, misalnya saja pemblokiran anggaran pembangunan gedung KPK oleh DPR,” katanya.
Bistok menjelaskan, pemblokiran oleh Menteri Keuangan dapat dilakukan terhadap realisasi anggaran Kementrian/Lembaga tertentu manakala penggunaan dana APBN tidak sesuai dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 90 Tahun 2010.
PP tersebut mengatur tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, sebagai pelaksanaan UU Keuangan Negara yang menyebutkan bahwa, berdasarkan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan.
“Kewenangan pemblokiran oleh Menteri Keuangan juga diatur dalam dasar hukum yang sah, yaitu Peraturan Menteri Keuangan No 112 Tahun 2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,” kata Bistok.
Dengan melihat argumentasi logis perihal surat Seskab tersebut, baik dari aspek administratif dan substantif, menurut Bistok Simbolon, pada hakekatnya tidak melanggar UU.
“Bahkan argumentasi logis dimaksud nampak jelas dibangun atas dasar hukum yang jelas sebagai upaya seorang pembantu Presiden dalam mengawal dan mengantisipasi terjadinya pemanfaatan keuangan negara yang tidak pada tempatnya dan berujung pada kerugian negara,” demikian tutup Bistok Simbolon. n
0 komentar:
Posting Komentar