Diduga ada bisnis dan
kepentingan terselubung
Keberadaan toko Karisma di SMKN 1 Malang yang konon sebagai
laboratorium praktek penjualan semenjak tahun 2008 hingga sekarang telah meresahkan
dan membebani siswa dan wali siswa. Meskipun banyak LSM dan orangtua siswa yang mengajukan protes keberatan, tetapi
sistem tetap berjalan.
Dari
wawancara dengan beberapa siswa dan wali siswa diperoleh data, bahwa keberatan
wali siswa dan siswa terletak pada
sistem target yang dibebankan kepada siswa dengan penentuan omzet penjualan
senilai Rp. 600.000,- hingga Rp 1.200.000,-
per semester, bagi tiap siswa dari semua jurusan. Beberapa siswa mengeluh
ketika harus menjajakan bak pedagang asongan ke tetangga kanan kiri mereka
sedangkan harga kulakan yang mereka
dapat dari toko Karisma sama bahkan kadang lebih mahal dari harga yang ada di
pasaran. Hal ini berakibat tidak lakunya penjualan para siswa dan akhirnya
siswa membebankan semua penjualannya kepada orang tuanya sendiri.
Model semacam
ini menurut Drs. Kamal Thahir, akademisi dan pengamat pendidikan, hanya akan
berpihak pada siswa yang orang tuanya berduit saja sebab dengan memborong
barang yang ada di toko Karisma akan mempunyai nilai yang bagus dan lulus
bahkan dapat bonus voucher belanja, lantas bagaimana dengan murid yang pandai
tapi tidak mempunyai duit yang cukup untuk membeli barang, tentunya akan
mendapat nilai yang jelek ini bisa dikatakan ketidak adilan sistem bahkan bisa
dikatakan dekriminasi sistem pendidikkan. Kalau hal semacam ini dibiarkan oleh
masyarakat cepat atau lambat akan dimanfaatkan oleh pihak pihak yang punya
kepentingan yang lepas dari tujuan pembelajaran, disamping itu akan terekam
didalam otak para siswa bahkan segala sesuatu itu bisa diatasi dengan DUIT
Masih menurut
Drs Kahar Thahir bahwa ada banyak opsi yang dapat meningkatkan jiwa
wiraswasta siswa tanpa harus kulakan ke toko Karisma yang diskriminatif,
dipaksakan dan sangat memberatkan bagi walisiswa. Omzet penjualan siswa SMKN 1
per semester seharusnya ditarget Rp 50.000.000,- bukan Rp. 1 200.000,-
Beda lagi
pendapat Drs Syarifudin Nahar,
direktur Lembaga Anti Korupsi Indonesia dan Advokasi Masyarakat mengatakan,
target omzet penjualan siswa SMKN 1 sebesar Rp 1.200.000,- untuk satu semester itu terlampau kecil dan
tak berarti sama sekali di era kini, menurutnya siswa jangan dikebiri dengan
hanya terbiasa bergelut di segmen bawah dengan berjualan produk produk
kebutuhan bahan pokok, biarlah keuntungan recehan diikhlaskan kepada mak Wok,
yu Poniyem atau mbok - mbok lainnya yang buta huruf dan terlunta lunta
lantaran miskin ilmu dan koneksi, siswa
SMKN 1 yang merupakan tunas - tunas harapan bangsa wajib dikenalkan dengan link link market segmen menengah
ke atas agar kelak di kemudian hari mereka tidak bermain di kubangan yang
amat terbatas profit keuntungannya, serta minim jaringan.
Kenapa SMKN 1
tidak bermitra dengan Microsoft, Samsung, Auto 2000, Deutch Bank, atau Company
lainnya yang mempunyai product
knowledge sebagai pengetahuan, tanpa
harus keliling dengan menjinjing sekilo dua kilo gula pasir dan serenteng
sampo sachetan, harus ada perubahan sebab zaman telah berubah. Saat ini yang
terpenting dalam Enterpreunership adalah mindset, siswa mesti dibekali
dengan pola pikir yang respek dengan gelombang arus global saat ini, tambahnya
lagi.
Yang paling
vital adalah mindset / Cara berfikir penanggung jawab kurikulum jangan sampai kejangkitan virus kerdil cara berfikir
primitive atau cara berfikir gaya lama dan jorok bagi dunia pendidikan, sebaiknya
cepat - cepat diimunisasi agar tidak menular ke siswa didiknya, sebab dengan
cara berfikir demikian akan menciptakan lulusan lulusan yang kurang bermutu
dan berpotensi hanya bisa berfikir jangka pendek, bagaimana tidak, selama 3
tahun mereka dijejali dan dituntut untuk menjual kebutuhan sehari hari. Hal ini
sangat berbeda jauh dengan gaya pendidikan SMK - SMK lain yang ada di Kota
Malang.
Sebut saja
SMKN 8 sudah mampu bekerja sama dengan Luar negeri terbukti semua lulusan SMKN
tersebut mempunya 2 Ijazah, SMAN 3 Malang mampu bekerja sama dengan SMA di
Singapore/ Thailand, dan masih banyak contoh SMKN/SMAN yang berprestasi dan
bekerja sama dengan luar negeri di Malang, tapi apa yang dilakukan oleh kepala
sekolah SMKN 1 Malang, ibu kepala sekolah ini hanya mampu menjalin hubungan
dengan UNILEVER yang secara notabene hanya memasok kebutuhan sehari hari
seperti Rinso, Sabun, Shampo, Pasta Gigi, dan yang lebih parah para sisiwa berkewajiban untuk menjual, ini
merupakan penghinaan bagi siswa dan Wali murid, dan yang paling utama perbuatan
Kepala sekolah ini dapat dikategorikan pelanggaran terhadap PP No.53 tahun 2010 tentang kedisiplinan Pegawai
negeri Sipil pasal 4 ayat 1.
Di tempat dan
waktu yang berbeda Dra. Retno Kepala
Sekolah SMKN 1 Malang ketika dikonfirmasi menunjuk Nonon pengajar pelajaran
mesin kasir merangkap penanggung jawab toko Karisma, dengan lantang
menjelaskan bahwa sistem target memang benar adanya, hal itu dikarenakan
tuntutan kurikulum pelajaran Kewirausahaan. Sedang toko Karisma adalah
laboratorium siswa dalam praktek kewirausahaan, siswa yang tidak memenuhi
target omzet penjualannya adalah siswa yang malas dan tidak melakukan penjualan
sehingga berakibat di akhir semester terbebani dengan tanggungan omzet
pejualan yang mesti dilunasi.
Siswa tidak
diperintahkan membeli namun hanya diperintah menjual dengan mengulak dagangan (
nyaur ngamek red.) yang ada di laboratorium ekonomi toko Karisma. Ditanya
tentang omzet total penjualan siswa SMKN 1 yang berjumlah sekitar 2100
siswa, Nonon tidak memberi keterangan
yang jelas hanya menerangkan bahwa keuntungan dari toko Karisma dikembalikan
ke siswa tanpa dinikmati para guru yang ada di SMKN 1. Nonon pun mengatakan
bahwa dia benar-benar amat capek dengan adanya orang tua siswa yang nglabrak
dan marah - marah ke sekolah seputar permasalahan toko Karisma. Diakuinya
memang ada sebagian siswa yang menjadi provokator dalam upaya menentang adanya
toko Karisma di SMKN Malang. n(Tim)
0 komentar:
Posting Komentar