PPK / PPTK PU
KOTA MALANg bekerja tidak secara professional DAN TERANCAM PIDANA
Dalam Tahun Anggaran 2011 Kota Malang menganggarkan
Belanja Modal Jalan irigasi dan Jaringan sebesar Rp 48.914.257.228,00 dan
terealisasi sebesar Rp 43.007.765.850,00 (87,92%). Dan jumlah realisasi
tersebut diantaranya digunakan untuk kegiatan Pekerjaan Pembangunan Pedestrian
JI. Ahmad Yani pada Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp 1.873.958.000,00.
Hasil
pengujian dokumen kontrak dan pemeriksaan fisik yang dilaksanakan tim pemeriksa
BPK bersama pihak SKPD, Inspektorat Kota Malang, Konsultan Pengawas dan
Kontraktor diketahui terdapat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak
dengan uraian sebagai berikut:
1.7.1
Pekerjaan Pembangunan Pedestrian Jl. Ahmad Yani
Pekerjaan
dilaksanakan olch CV. AM sesuai Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak) Nomor
056/126.17/BM-SDA/35.73.301/2011 tanggal 13 Juli 2011 dengan nilai sebesar Rp
1.873.958.000,00 (termasuk PPN 10%). Jangka waktu pelaksanaan selama 150 hari
kalender sejak Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor
056/127.17/BMSDA/35.73.301/2011, tanggal 13 Juli 2011 dan selambat-lambatnya
selesai tanggal 10 Desember 2011.
Berdasarkan Berita Acara Serah Terima
Pelaksanaan Pekerjaan (PHO) Nomor 056/71/ST.1/35.73.301 /2011 pekerjaan telah
selesai dikerjakan pada tanggal 9 Desember 2011. Atas penyelesaian pekerjaan
tersebut telah dilakukan pembayaran sebesar Rp 1.873.958.000,00 sesuai SP2D
Nomor 11548/SP2D/LS tanggal 28 Desember 2011.
Hasil
pemeriksaan fisik yang dilakukan Tim Pemeriksa BPK RI, Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK) dan kontraktor pelaksana pada tanggal 2 Aprill 2011, diketahui
terdapat kekurangan nilai pekerjaan karena adanya kekurangan volume pekerjaan
tanah urugan pasir dan struktur baja tulangan U24 Polos.
Dengan
kejadian tersebut diatas kami berhasil menemui
praktisi hukum serta penggiat masyarakat Triyoso SH memberikan
komentar sebagai berikut :
Bahwa didalam
permasalahan pengadaan barang dan jasa seharusnya diberlakukan pasal 49 (1 )
yang berbunyi:
(1) Kepada
para pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan
barang/jasa, maka:
a.
dikenakan sanksi administrasi;
b. dituntut
ganti rugi/digugat secara perdata;
c.
dilaporkan untuk diproses secara pidana.
Apabila
kontraktor/ penyedia barang/jasa kemudian melunasi kekurangan volume yang
sudah menjadi tanggungan dan sudah tertuang didalam kontrak perjanjian, bukan
berarti kontraktor/penyedia barang / jasa
tersebut lepas dari tindakan hukum, tetap saja penyedia barang dan
jasa tetap bisa dituntut dengan Pidana korupsi, begitu juga dengan PPK/PPTK
bisa dikenakan dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.
31 tahun 1999 pasal 3 yang berbunyi: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.
000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Demikian yang dikatakan
triyoso SH ketika dikonfirmasi oleh ENTITAS HUKUM INDONESIA. (rif)
0 komentar:
Posting Komentar