BAU
tak sedap itu sebenarnya sudah lama terendus, tetapi tidak pernah
ditindaklanjuti. ”Beberapa temuan kami soal itu juga sudah
kami serahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi sampai
sekarang tidak ada tindak lanjut,” ucap Wakil Koordinator
Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, menanggapi adanya dugaan
penyimpangan pengelolaan biaya penyelenggaraan
ibadah haji (BPIH) di Kementerian Agama (Kemenag) seperti hasil
temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) belum
lama ini.
Menurut
Ade, temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
soal adanya kejanggalan dalam pengelolaan biaya penyelenggaraan
ibadah haji harus menjadi pintu masuk guna mengungkap praktik dugaan
korupsi dana triliunan rupiah. Menanggapi hal itu, Kepala bagian
Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan, ia
belum tahu. “Saya belum tahu, laporannya sudah berikan atau belum,
tapi KPK akan menegejarnya,”.
Dikatakan
Priharsa, setiap laporan yang telah diberikan kepada KPK,pasti akan
ditindaklanjuti penyidik. Jika transaksi mencurigakan yang
dimiliki PPATK ternyata terindikasi korupsi, maka penyidik akan
langsung menyelidikinya. KPK, akan terus berkomitmen untuk
melakukan optimalisasi pemberantasan korupsi, terlebih menjelang
2014, salah satunya dengan melibatkan seluruh pihak,
seperti PPATK, diharapkan juga terus meningkatkan penindakan dan
pencegahan berbagai kasus korupsi.
“Misalnya
penindakan sudah menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU TPPU) dan Pasal 18 Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) untuk ancaman hukuman tambahan serta tangkap
tangan juga sudah menyebar ke luar Jawa,” tegas Priharsa.
Ditambahkan,
Ade Irawan mestinya temuan PPATK tersebut, KPK tidak bisa
lagi menunda pengusutan kasus dugaan penyimpangan dana haji.”
KPK tidak bisa lagi hanya fokus pada pencegahan. Harus dilakukan
penindakan agar tidak terjadi lagi kasus-kasus serupa ke depannya,”.
Seperti diungkapkan Ketua PPATK Muhammad Yusuf, pada (2/1)
lalu, adanya kejanggalan dalan pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sejak periode 2004 hingga 2012
mencapai Rp 80 triliun dengan bungan sekitar Rp 2,3 triliun.
Ia
mempertanyakan mengapa BPIH disimpan di bank tertentu. “Karena
selisih satu persen saja, misalnya di bank X bunganya tujuh
persen di bank Y delapan persen kalau dikalikan sekian puluh tahun
miliar bisa Anda bayangkan,”. Begitupun dengan valuta asing dalam
penyelenggaraan haji yang dilakukan di tempat penukaran itu-itu saja.
Selain itu, PPATK juga menemukan transaksi mencurigakan sebesar
Rp 230 miliar yanag tidak jelas penggunaannya.
“Untuk
itu, sedang saya akses dari PPATK seperti apa laporan persisnya,”
kata Busyro Muqaddas, Wakil Ketua KPK kepada wartawan (3/1)
lalu. Hal senada juga dilontarkan Juru Bicara KPK, Johan Budi, KPK
akan menunggu Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK terkait
adanya kejanggalan dalan penyelenggaraan haji dan umroh di
Kementerian Agama.” Kalau laporan hasil analisis itu
dimasukkan ke KPK, akan segera kami telaah,” jelas Budi. Memang
sebelumnya, pada rilis akhir tahun 2012 lalu,PPATK menyebutkan
adanya kejanggalan dalan penyelenggaraan haji dan umroh, di
antaranaya tempat pemondokan bagi jamaah haji asal Indonesia yang
jaraknya jauh dari Masjidil Haram.
Di
bagian lain anggota Komisi VII DPR Nasir Djamil dari Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) menegaskan,temuan PPATK tersebut harus menjadi pintu
masuk bagi KPK untuk membongkar praktik bancakanb BPIH. Menurutnya
praktik tercela itu itu dilakukan sangat rapid an melibatkan banyaka
pihak, baik di internal Kemenag maupun pihak luar.
“Korupsi
dana haji merupakan praktik lama yang sudah jadi rahasia umum,
dilakukan secara sistematis dan berjamaah,” ucap Nasir.
Sedangkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Anggito
Abimanyu mengatakan, bahwa pernyataan Ketua PPATK Muhammad Yusuf
perlu diluruskan. Karena jumlah dana biaya haji, misalnya, tidak
benar mencapai Rp 80 tiliun, tapi Rp 48,7 triliun hingga Desember
2012 lalu.
“Memang
ketika angka-angka tersebut diungkap ke publik, akan menjadi
perdebatan panjang, terutama soal validitasnya. Akan tetapi, itu
semakin membuktikan bahwa transparansi dalam pengelolaan
penyelenggaraan haji dan umroh,belum berjalan maksimal seperti
yang diharapkan masyarakat, sehingga muncul dugaan seperti yang
dirilis PPATK,” jelas Faizalsyah Karim, pemerhati masalah haji dan
praktisi hukum dari Indonesia Peduli kepada Entitas
Hukum Indonesia, pekan lalu.
Selain
menyoroti kejanggalan penyelenggaran haji dan Umroh, PPATK
juga melakukan riset terhadap kementerian dan lembaga pda
semester pertama tahaun 2012/ Hasilnya, PPATK menemukan lima
instrument para pegawai negeri sipil dan pejabat untuk bertransaksi
dengan indikasi korupsi dan pencucian uang. Pelaku umumnya masih
bertransaksi menggunakan rekening dalam bentuk rupiah, yaitu
mencapai 35,1 persen. Selain itu, transaksi berlapis juga ditemukan
melalui polis asuransi, sekitar 13,8 persen, deposito 13,2
persen, valuta asing 9,3 persen, sedangkan pencucian uang dengan
menggunakan safe deposit box mencapai 6,9 persen.
“Penggunaan
melalui Penyedia Jasa Keuangan (PJK) bank dalam melakukan tindak
pidana korupsi dan pencucian uang masih mendominasi sebanyak 57,6
persen. Selebihnya menggunakan PJK non bank dengan 42,4 persen,”
demikian salah satu isi laporan tersebut. Pola transaksi yang kerap
dilakukan menggunakan cara tunai, selain itu mereka juga menempatkan
dana dalam bentuk investasi seperti deposito, Obligasi Ritel (ORI),
obligasi, reksadana, saham dan sukuk.
Temuan
lembaga intelijen keuangan ini juga menyebutkan transaksi dilakukan
di perusahaan asuransi dengan nominal besar, tidak sesuai
dengan profit, semisal pembelian polis asuransi atau penutupan
polis, penggunaan nama keluarga sebagai tertanggung. Dari kesemua
itu, mereka menampung dana dalam jumlah besar pada rekening
pribadi lain yang terkait dengan mereka, tapi bukan anggota
keluarga. Akankah kasus ini tersidik KPK? Entahlah, hanya mereka dan
Tuhan yang tahu. *Cam
0 komentar:
Posting Komentar