Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam anggaran proyek bioremediasi
fiktif PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) sebesar 23 juta dollar AS atau
sekitar Rp 200 miliar yang melibatkan
para karyawan PT CPI mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta Pusat Kamis (20/12/2012). Pengadilan ini mulai menyidang Endah
Rubiyanti, Widodo dan Kukuh Kertasafari dari PT CPI , Direktur perusahaan kontraktor PT Green Planet
Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan
“Kelimanya
disidangkan kamis (20/12/2012). Hakimnya Bu Darmawati Ningsih,” kata juru
bicara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Sudjatmiko ketika
dikonfirmasi wartawan.
Kasus
berawal dari perjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(BP Migas) dan Chevron. Salah satu poin perjanjiannya mengatur tentang biaya
pemulihan lingkungan lewat bioremediasi.
Untuk
melakukan bioremediasi, teknik normalisasi tanah setelah terkena limbah minyak,
PT CPI menunjuk dua perusahaan swasta rekanan untuk melakukan bioremediasi
yaitu PT GPI dan PT Sumigita Jaya SJ yang seharusnya dilakukan dalam kurun
waktu tahun 2006-2011.
PT GPI dan PT SJ tak melakukan normalisasi, sementara anggaran 23.361 juta dollar AS telah diajukan ke BP Migas dan telah dicairkan. Karena proyek ini, negara dilansir mengalami kerugian sebesar 23.361 juta dolar AS atau sekitar Rp 200 miliar.
Pada kasus korupsi ini Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka terdiri lima orang pegawai PT CPI dan dua orang dari perusahaan rekanan yaitu PT Sumigita Jaya dan PT GPI, tapi, dalam perkembangannya, baru lima orang tersangka yang berkasnya diajukan ke persidangan.
Untuk berkas dua tersangka milik Alexiat Tirtawidjaja dan Bachtiar Abdul Fatah masih belum dinyatakan lengkap. Alexiat diketahui masih mendampingi suaminya yang masih menjalani perawatan medis karena Kanker NK/T-Cell Lymphoma Stadium IV di California, Amerika Serikat. Sehingga, terhadap yang bersangkutan belum dapat dilakukan pemeriksaan.
Sementara, berkas perkara milik Bachtiar Abdul Fatah belum lengkap karena Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan tidak sah. Sehingga, Kejaksaan Agung menempuh upaya hukum dengan mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. n
0 komentar:
Posting Komentar